Juru bicara Partai Demokrat, Ruhut Sitompul, menuduh Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mencari popularitas terkait laporannya kepada Susilo Bambang Yudhoyono soal Nazaruddin. Mahfud melaporkan Nazaruddin atas kasus pemberian uang sejumlah SG$120 ribu kepada Sekretaris Jenderal MK Janedjri M Gaffar.
“Masak numpang popularitas sama Nazaruddin. Jangan cari forum untuk jadi calon presiden Pemilu 2014,” kata Ruhut. Anggota Komisi III DPR itu terang-terangan mencurigai motivasi Mahfud melapor ke SBY. “Kita kan negara hukum. Kenapa Mahfud tidak lapor polisi, jaksa, KPK? Apalagi Mahfud adalah Ketua MK dan profesor di bidang hukum,” cecar Ruhut.
Mahfud menaggapi tudingan Ruhut itu dengan santai. “Saya tidak sebodoh Ruhut,” kata Mahfud dalam pesan tertulisnya kepada VIVAnews, Sabtu, 21 Mei 2011. “Sebaiknya Ruhut bertanya langsung kepada Pak SBY, kenapa saya melaporkan kasus yang melibatkan Nazaruddin itu kepada Pak SBY,” imbuhnya.
Mantan politisi PKB itu kemudian membeberkan berbagai alasan dan pertimbangannya dalam melaporkan Nazaruddin ke SBY selaku Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat. “Pertama, Nazaruddin memberi uang tanpa menyebut ada perkara, sehingga tidak bisa disebut suap. Kedua, kalau dilaporkan ke KPK, maka itu hanya bisa dianggap gratifikasi, dan kasus selesai,” jelas Mahfud.
Oleh karena itu, Mahfud sengaja membawa kasus Nazaruddin ke ranah etika. “Harus diingat, sanksi karena pelanggaran etika itu ada di mana-mana. Di profesi apapun, sanksi terkait etika bisa dijatuhkan tanpa harus menunggu vonis hukum pidana,” tegasnya.
Kasus pemberian uang kepada Sekjen MK adalah kasus kesekian yang menimpa Muhammad Nazaruddin, Bendahara Umum Partai Demokrat. Sebelumnya, ia juga diduga terlibat kasus suap Kemenpora terkait pembangunan Wisma Atlet SEA Games di Palembang. Akibat kasus tersebut, Dewan Kehormatan Partai Demokrat menyusun kode etik guna memutuskan nasib Nazaruddin di partai.
Di tengah memuncaknya desakan kader Demokrat agar Dewan Kehormatan segera memutuskan ‘vonis’ kepada Nazaruddin itulah, Mahfud membeberkan kasus pemberian uang ke Sekjen MK yang juga melibatkan Nazaruddin.
“Masak numpang popularitas sama Nazaruddin. Jangan cari forum untuk jadi calon presiden Pemilu 2014,” kata Ruhut. Anggota Komisi III DPR itu terang-terangan mencurigai motivasi Mahfud melapor ke SBY. “Kita kan negara hukum. Kenapa Mahfud tidak lapor polisi, jaksa, KPK? Apalagi Mahfud adalah Ketua MK dan profesor di bidang hukum,” cecar Ruhut.
Mahfud menaggapi tudingan Ruhut itu dengan santai. “Saya tidak sebodoh Ruhut,” kata Mahfud dalam pesan tertulisnya kepada VIVAnews, Sabtu, 21 Mei 2011. “Sebaiknya Ruhut bertanya langsung kepada Pak SBY, kenapa saya melaporkan kasus yang melibatkan Nazaruddin itu kepada Pak SBY,” imbuhnya.
Mantan politisi PKB itu kemudian membeberkan berbagai alasan dan pertimbangannya dalam melaporkan Nazaruddin ke SBY selaku Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat. “Pertama, Nazaruddin memberi uang tanpa menyebut ada perkara, sehingga tidak bisa disebut suap. Kedua, kalau dilaporkan ke KPK, maka itu hanya bisa dianggap gratifikasi, dan kasus selesai,” jelas Mahfud.
Oleh karena itu, Mahfud sengaja membawa kasus Nazaruddin ke ranah etika. “Harus diingat, sanksi karena pelanggaran etika itu ada di mana-mana. Di profesi apapun, sanksi terkait etika bisa dijatuhkan tanpa harus menunggu vonis hukum pidana,” tegasnya.
Kasus pemberian uang kepada Sekjen MK adalah kasus kesekian yang menimpa Muhammad Nazaruddin, Bendahara Umum Partai Demokrat. Sebelumnya, ia juga diduga terlibat kasus suap Kemenpora terkait pembangunan Wisma Atlet SEA Games di Palembang. Akibat kasus tersebut, Dewan Kehormatan Partai Demokrat menyusun kode etik guna memutuskan nasib Nazaruddin di partai.
Di tengah memuncaknya desakan kader Demokrat agar Dewan Kehormatan segera memutuskan ‘vonis’ kepada Nazaruddin itulah, Mahfud membeberkan kasus pemberian uang ke Sekjen MK yang juga melibatkan Nazaruddin.